Senin, 16 November 2009

Daftar isi
Daftar isi
Kata pengantar
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Identifikasi Masalah
3. Tujuan
4. Batasan Masalah
5. Sistematika Penulisan

Bab II. Isi
1. Pengertian Demokrasi Pancasila
2. Prinsip pokok Demokrasi Pancasila
3. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
4. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
5. Fungsi Demokrasi Pancasila
6. Perumusan Aspek Demokrasi Pancasila oleh beberapa para ahli
7. Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
8. Pelaksanaan Demokrasi diIndonesia Dalam Waktu 50 Tahun


Bab III. kesimpulan dan saran
1. Kesimpulan
2. Saran


Daftar pustaka
















KATA PENGANTAR


Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Sistem Demokrasi Pancasila”. Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila.
Makalah ini dibuat dalam memahami sistem pemerintahan yang dianut oleh negara Indonesia dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Pendidikan Pancasila”
Terima kasih disampaikan kepada Bapak, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.















Bab I.
1. Latar Belakang
Apakah demokrasi itu? Apakah negara ini sudah demokrasi? Sengaja pertanyaan ini kami munculkan karena teman-teman mungkin sudah mengerti dengan pertanyaan yang kami ajukan tersebut di atas. Karena kami punya pandangan produk dan atribut yang berkaitan dengan demokrasi itu merupakan produk luar negeri. Sedangkan negara kita sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat tentang demokrasi itu sendiri. Lalu kalau kita melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan kita dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini hanya proses pembuatan kebijakan sementara kalau kita mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa negara kita mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa. Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut. (Prijono Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal 17-19). Dari gambaran di atas, kami rasa hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. lain hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H. mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.



2. Identifikasi Masalah
Dalam pengertian tentang Demokrasi Pancasila, banyak sekali yang belum mengerti betul tentang arti sebuah Demokrasi Pancasila yang sebenarnya. Makalah ini memberikan pengertian dan penjelasan tentang Demokrasi Pancasila. Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan judul “ Demokrasi Pancasila ”
3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
 Menjelaskan tentang pengertian Demokrasi Pancasila
 Mendeskripsikan tentang Sistem pemerintahan di Indonesia
 Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.

4. Batasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan mendeskripsikan Demokrasi Pancasila yang ada di Indonesia membahas sedikit tentang penerapannya didalam kehidupan sehari-hari

5. Sistematika Penulis
Agar makalah ini dapat dipahami pembaca, maka penulis membuat sistematika penulisan makalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang mengenai pengertian demokrasi, identifikasi masalah yang ditimbulkan oleh pelanggara terhadap nilai-nilai demokrasi, tujuan dibuatnya makalah, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II ISI
Pembahasan tentang pengertian demokrasi Pancasila, prinsip pokok demokrasi Pancasila, cirri-ciri Demokrasi Pancasila, sistem pemerintahan demokrasi Pancasila, fungsi demokrasi Pancasila, perumusan aspek demokrasi Pancasila oleh beberapa para ahli, penerapan budaya Demokrasi dalam kehidupan sehari-hari, pelaksanaan Demokrasi diIndonesia dalam waktu 50 tahun.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta saran-saran.







































Bab II.

1. Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.

Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:


I. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).

II. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.

Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).

Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari – oleh – untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)


Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.

2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.


3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.

4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.


2. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila

Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:

1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.

2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku ‘pengurus’ rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku ‘pelayan’ rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap ‘tuannya’, yakni rakyat.

Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut: (Demokrasi Pancasila,
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a) Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b) Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c) Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.

2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi “Untuk menyalurkan aspirasi rakyat”,
6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;
7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.


3. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila

Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.


4. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila

Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD’45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:

1) Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.

2) Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.

3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi, seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
a) Menetapkan UUD;
b) Menetapkan GBHN; dan
c) Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden

Wewenang MPR, yaitu:
a) Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden:
b) Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
c) Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
d) Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
e) Mengubah undang-undang.

4) Presiden.
Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR). Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.

5) Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.

Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.

6) Menteri Negara.
Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.

7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.

5. Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
a. Presiden adalah Mandataris MPR,
b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

6. Perumusan Aspek Demokrasi Pancasila oleh beberapa orang ahli
Laboratorium Pancasila IKIP Malang menjelaskan beberapa aspek-aspek Demokrasi Pancasila yang dirumuskan oleh beberapa parah ahli. Antara lain:

1) Jenderal Dr.A.H. Nasution (1971), merumuskan bahwa aspek-aspek Demokrasi Pancasila meliputi:
a. Tata cara musyawarah.
b. Pemilihan umum.
c. Otonomi daerah.
d. Partai politik.
e. Pembagian kekuasaan dan,
f. Lembaga-lembaga Negara.

2) Darjimodiharjo, S.H. dan Drs. Ntoman Dekker, S.H (1972), mengemukakan bahwa aspek-aspek Demokrasi Pancasila meliputi:
a. Tata urutan peraturan perundang undangan / sumber tertib hukum.
b. Lembaga-lembaga Negara.
c. Sifat-sifat kelembagaan Demokrasi Pancasila.
3) Prof. Dr.Hazairin, S.H (1983), mengemukakan aspek-aspek Demokrasi Pancasila sebagai berikut:
a. Tata hukum (termasuk hokum adat).
b. Lembaga lembaga Negara.
c. Otonomi daerah.

4) Prof. Drs. S. Pamuji, MPA, mengemukakan aspek-aspek Demokrasi Pancasila sebagai berikut:
a. Lembaga-lembaga Negara.
b. Otonomi daerah.
c. Adanya partai politik dan golongan karya

5) Laboratorium IKIP Malang (1990), mengemukakan bahwa aspek-aspek Demokrasi Pancasila meliputi:
a. Lembaga-lembaga Negara.
b. Partai politik dan golongan karya.
c. Otonomi daerah.
d. Pola pengambilan keputusan cara musyawarah.
e. Pemilu
f. Peraturan perundang/sumber tertib hukum
g. Pengakuan terhadap hak asasi manusia.
h. Sistem pembagian kekuasaan.

7. Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
a. Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
 Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;
 Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
 Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;
 Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.
b. Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
 Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
 Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
 Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
 Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;
 Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.
c. Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
 Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
 Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras, dan agama;
 Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
 Mengutamaakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah.
d. Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
 Bersedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
 Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargi pendapat warganya;
 Memiliki kejujuran dan integritas;
 Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada public;
 Menghargai hak-hak kaum minoritas;
 Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;
 Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan bersamauntuk menyelesaikan masalah masalah kenegaraan.




8. .PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA DALAM WAKTU 50 TAHUN
1) Periode 1945-1949 dengan Undang-Undang 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila, namun dalam penerapan berlaku demokrasi Liberal
2) Periode 1949-1950 dengan konstitusi RIS berlaku demokrasi liberal.
3) Periode 1950- 1959 UUDS 1950 berlaku demokrasi Liberal dengan multi-Partai
4) Periode 1959-1965 dengan UUD 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila namun yang diterapkan demokrasi terpimpin ( cenderung otoriter)
5) Periode 1966-1998 dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung otoriter)







BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. A. Kesimpulan
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
1. B. Saran
Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama, tentu saja, adalah:
1. Adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.
2. Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya.
Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.





DAFTAR PUSTAKA





1) http://mily.wordpress.com/2009/09/09/
2) http://enikkirei.multiply.com/journal/item/6/
3) http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi/
4) http://dondsor.blogster.com/demokrasi_dan_Konstitusi.html/
5) Dedi Syahputra, Pendidikan Pancasila: Pancasila, Jambi, 2009, hal 42-43